Monday, July 30, 2007

Keluh, Enyahlah! (Minjem Bahasanya Mas Agung)

Badan rasanya cape banget; Pegel².
Kerjaan banyak banget; Gak abis².
Tugas nguli apalagi; Dikit lagi uas.
Pikiran berantakan; Gak fokus.

Ngapain ngeluh?
Gak ada manfaatnya.
Gak ada yang berubah klo cuma bisa ngeluh.
Yang ada cuma pembunuhan mental.

Allah, Bapak, Mamah, Gusti, Emul, Fani; Dorongan dan senyuman.
Drx, Botak, Djitoh, Mbong, Gonggo, Udin, Enda, Konyan, Babeh, Eva, Davi, Angay, Micky, Nana, Kebo, Adhi, Imam, Adhay, Kobal, Kukuh n yang lain; Mulai mengerti arti sahabat.
Bidadari tercinta; Entah sampai kapan?
Masa Depan; Surga.

Ok klo begitu minjem bahasanya Mas Agung buat penyemangat, "Keluh, Enyahlah!!!."

Tuesday, July 24, 2007

Puisi Buat Lis

Pagi tadi waktu masih seger²nya, sambil nyetel winamp gw bawaannya mo buat puisi, gak lama Lis dateng, gw baru inget klo dia ultah hari ini, yo wes daripada gak ngadoin apa², ngadoin puisi kan lumayan walau puisinya ece² =D, ok let's cikirot.

Kisah malam 18 tahun yang lalu kembali terulang.
Semua peluh dan harapan menyatu menghiasi roda kehidupanmu.

Masa depan tak memberi tanda, tapi jelajah semangat memberi cinta.
Cinta yang hadir menebar manfaat kepada setiap insan, seperti hari kemarin.

Pagi terasa begitu indah, udara begitu sejuk.
Ketika jendela kamar kau buka, setiap makhluk memberikan ucapan selamat ulang tahun kepadamu.

Selamat ulang tahun Lis Syukralillah.
Sekali lagi, selamat ulang tahun Lis, semoga semua harapan yang lu cita²kan akan terwujud. Wallahuallam.

Thursday, July 19, 2007

Sekedar memberikan apresiasi untuk timnas.

Wednesday, July 18, 2007

Malam Yang Melukis Dunia

Malam ini bintang-bintang begitu setia menemani sang sabit dan langit begitu cerah menyelimuti mereka, serasa tidak ada aura negatif malam ini dan seolah hanya keindahan yang menghiasi langit malam ini, gw merasa tenang setelah hampir setengah hari penuh melahap penatnya kehidupan, mungkin malam ini akan lebih terasa begitu tenang klo gw menyalakan beberapa lagu melankolis.

Gw duduk sebentar disamping daun pintu, gw baru sadar ternyata sejak tadi ada seekor hewan yang memperhatikan gerak-gerik gw, gw langsung mengenalinya karena hewan yang memperhatikan gw sejak tadi adalah seekor kucing yang setiap pagi selalu mengeong untuk meminta makan. Ada yang aneh dari kucing itu, dia sendirian, gak biasanya dia begitu, biasanya dia selalu bertiga dengan saudara kandungnya. Kucing itu menatap gw, gw bales menatap, gw perhatikan matanya, yang gw rasakan adalah rasa sepi dari kucing itu, gw juga mulai melihat keadaan-keadaan imajiner darinya, sendiri ditengah malam yang sepi.

Perasaan yang kontradiktif hampir bersamaan menyelinap dihati gw malam ini, ketika gw menatap langit yang begitu luas ketika itu juga gw ngerasa kalau kehidupan adalah kebahagiaan gw, gw rasa gw harus terbang menggapai langit, tapi ternyata gw egois, gw mau menggapai langit yang begitu jauh dengan melupakan kucing yang ada didekat gw yang sedari tadi memperhatikan gw, yang merasa kesepian dengan malamnya atau mungkin dengan kehidupannya. Seharusnya gw belajar banyak dari kucing, dia, si kucing yang mungkin tiap malam merasakan kesendirian sekaligus merasakan luasnya langit tidak pernah mengeluh dengan apa yang dia alami apalagi berharap untuk “meminjam” sayap dari sang burung. Dia lebih suka memperhatikan makhluk “didekatnya” daripada terus berimajinasi bersama luasnya langit. Sedangkan gw yang diperhatikan si kucing hampir melupakan keberadaannya.

Kehidupan di Dunia terasa begitu indah, kita setiap hari terobsesi untuk menggapainya, dengan penuh semangat kita mengejarnya, sayangnya kalau sudah dapat kita gapai kehidupan ini seakan kita sia-siakan seolah kita tidak memiliki manfaat bagi makhluk lain yang begitu setia “menemani” kehidupan kita, padahal kita adalah makhluk sosio kalau kata guru PPKN, entah apa sebagian dari kita mengerti makna itu atau tidak. Jutaan gaji bulanan kita, kita sia-siakan untuk hura-hura, beli ini beli itu, padahal 2,5% dari pendapatan kita adalah milik kaum dhuafa, kita selalu memilih untuk makan makanan yang harganya diatas rata-rata, padahal di pinggir-pinggir jalan kota ini masih banyak kaum dhuafa yang setiap hari merintih kesakitan karena “berpuasa”. Kita juga selalu menyalurkan uang kita untuk membeli kebutuhan tersier yang kurang begitu penting, upgrade PC atau bahkan ganti handphone ke versi terbaru, padahal di beberapa sudut kota masih banyak anak-anak kecil yang berusaha bekerja untuk membeli buku-buku pelajaran.

Kita seharusnya berusaha merasakan posisi mereka agar kita sadar bahwa mereka itu eksis, toh tidak ada salahnya memposisikan diri kita menjadi mereka, coba rasakan bagaimana rasanya menjadi ibu-ibu tua yang setiap hari menyapu jalanan hanya untuk menukarnya dengan makan siangnya, sedang untuk makan malamnya, mungkin “berpuasa”. Jangan lupa juga untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ayah yang tiap hari harus bergelut dengan sampah padahal imbalannya tidak seberapa, sedangkan istrinya dirumah mencoba menenangkan anak-anaknya untuk bersabar sedikit untuk menunggu ayahnya pulang dan berharap ayahnya itu membawa makanan, sekedar mengganjal perut untuk hari ini.

Mungkin sebagian dari kita akan bertanya apa manfaatnya memposisikan diri sebagai mereka, toh nasib mereka sudah seperti itu dan juga mereka mungkin tidak berusaha. Gw rasa kita salah kalau bersikap seperti itu, sepertinya kita terlalu egois? Gw rasa enggak, kita terlalu jahat tepatnya, kalau sudah begitu seharusnya kita bertanya kepada diri kita pribadi “ada apa dengan hati ini?, hati ini begitu keras, begitu sulit untuk berbagi, lantas apa manfaat saya hidup berdampingan dengan sesama makhluk didunia ini?.”

Kita sebagai kaum yang “lebih beruntung” seharusnya berterima kasih banyak kepada mereka, kaum dhuafa yang senantiasa pada posisinya mengingatkan kita untuk berzakat, membersihkan harta kita, atau bahkan memberikan peluang kepada kita untuk beramal, menjadikan diri ini lebih bermanfaat bagi orang lain, berkaca kepada mereka, menebar kebaikan dan mengingatkan kita bahwa kita adalah makhluk sosio. Ya, seharusnya kita berterima kasih kepada mereka, entah dengan cara seperti apa, itu interpretasi kita masing-masing.

Menutup malam yang penuh makna ini gw berharap gw tidak lagi menjadi makhluk yang selalu menatap langit dan selalu ingin menggapainya dengan melupakan sang kucing, ya, malam ini gw harus memberi makan sang kucing. Wallahuallam.

Tuesday, July 10, 2007

Geek Poem

Apakah aku masih ada dihati kamu? 404 Not Found
Ok klo begitu biarkan aku mencintaimu? 403 Forbidden
Peluklah aku, aku ingin tahu apakah kamu mencintaiku? 401 Unauthorized
Plis sekali lagi biarkan aku mencintaimu? 509 Bandwidth Limit Exceeded
Dasar! kamu ga punya hati apa ya? 503 Service Unavailable

tentang http status baca di : http://en.wikipedia.org/wiki/HTTP_status_code

Monday, July 02, 2007

Perpisahan

"..Ya inilah hidup, semuanya berlalu bersama waktu..."

Bisa dihitung dengan jari bulan Juli menghampiri, dan rencana perpindahan kerja dan tempat tinggal sekaligus berhenti bekerja udah mulai terdengar beberapa hari belakangan. Awal Juli rencananya Bang Baba n Tri pindah ke proyek BNN Cawang, sedangkan Ari pindah ke Cabang Bappenas di Wisma Bakri Kuningan, Mas Agung rencananya pertengahan Juli resign karena dapet beasiswa ke Belanda (gw berharap semuanya berjalan lancar Mas =)) dan gak lama lagi Adhi bakalan pindah ke Tangerang, rumah barunya.

Semakin merasa kesepian? Sepertinya begitu walau gak sepenuhnya begitu, di satu sisi gw ngerasa “kehilangan” (walau ga bisa disebut seperti itu) teman-teman yang baik tapi di sisi lain gw sadar masih banyak teman-teman seperjuangan gw yang lain yang selalu "memberikan senyuman" setiap saat. Makanya gw sebut seperti diatas, sepertinya begitu walau gak sepenuhnya begitu. Walaupun begitu toh rasa kehilangan seperti yang gw alami sekarang tetap ada.

Gelak tawa dan senyuman, itulah yang gw dapatkan dikeseharian gw bekerja bersama Mbong, Bang Baba, Bang Abang, Tri, Ari, Novi, Mas Dida, Mas Albaar, Mas Luwi, Mas Sany, Pak Asep (dan ditambah Agus). Klo Pak Dibby, Bang Ma’mun dan Mas Ole gabung? Wah lebih seru lagi. Sharing pengetahuan yang diselingi candaan, maen futsal, nonton bareng, bicara masalah agama, kerjaan, cinta, motor sampe masalah kuliah mewarnai keseharian gw dikantor. Sampe pernah suatu hari niat gw masuk kantor cuma pengen ketemu mereka, hehe.

Bagaimana dengan Mas Agung?, hmm… gw beda ruangan n direktorat sama beliau jadi agak susah buat ngobrol langsung dengannya, tapi klo ada kesempatan buat ngobrol baik lewat IM atau “ngejegat” abis sholat, gw langsung tancap gas, hehe. Wawasan beliau luas, beliau baik juga arif dan bijak dan yang paling gw suka dari beliau adalah ketika beliau berargumentasi.

Adhi? Keras kepala, terkadang emosional tapi sangat baik, murah hati, dan ga mau nyakitin perasaan temennya. Dia juga orang yang telaten, paling rapih n paling alergi klo ngeliat barang berantakan, klo kata teman-teman “Rumahnya Adhi kaya puskesmas, bersih banget”, dia juga sering jadi tuan rumah klo teman-teman lagi ngumpul. Masih segar dalam ingetan gw bagaimana gw n Barito pagi buta dateng kerumahnya buat numpang tidur, mandi dan sarapan, hehe.

Huff… ya beginilah hidup, disaat kita bersiap untuk menyambut pertemuan disaat itu pula kita harus sadar bahwa perpisahan ga lama lagi akan menyusul. Disaat kita tertawa tentang kejadian-kejadian yang kita alami bersama teman-teman, disaat itu pula kita harus bersiap diri untuk mengemas semua kejadian itu menjadi kenangan. Disaat kita bercerita tentang mimpi² yang ingin kita raih kepada teman-teman, disaat itu pula masing-masing dari kita harus bergegas untuk meraih mimpi² yang baru saja kita ceritakan, ya masing-masing.

Kemasan dari semua kejadian-kejadian yang pernah kita alami bersama teman-teman, tentunya suatu waktu akan kita buka kembali sebagai kenangan-kenangan manis yang terkadang kita sendiri ingin mengulanginya kembali, walaupun dalam kenyataannya gak melulu kejadian-kejadian yang baik kita alami, benturan kepentingan ataupun pemahaman pastinya sering terjadi, tapi gw rasa justru karena beberapa benturan seperti itu, kenangan-kenangan tersebut terasa manis dan rasa²nya ingin dibuka kembali, itu bumbunya kalo kata orang tua.

Gw jadi inget bagaimana Eva merasa kehilangan setelah Agus gw “tarik” ke kantor gw, gw juga jadi inget sama status IM Hary yang kurang lebih isinya “Kita akan merasa sesuatu itu penting bagi kita ketika kita telah kehilangan”. Ya inilah hidup, semuanya berlalu bersama waktu, mudah-mudahan gw bisa ngambil pelajaran dari “perpisahan” ini, dan mudah-mudahan gw bisa memberikan yang terbaik dari diri gw buat teman-teman gw, berusaha untuk selalu memberikan senyuman untuk mereka (walau bagaimanapun suasana hati) sebelum gw merasa mereka itu penting bagi gw.

Terakhir buat teman-teman gw yang ga lama lagi “hijrah”, lewat postingan ini gw mau minta maaf atas kesalahan sekecil apapun yang pernah gw perbuat dan mudah²an suatu waktu kita bisa dipertemukan kembali seperti waktu itu, waktu dimana gelak tawa dan senyuman menghiasi keseharian kita. Sukses buat kalian, Wallahuallam.