Monday, October 22, 2007

FFRJ



Force Federation Resistance Jutsu

Thursday, October 11, 2007

Iedul Fitri 1428 H

"... Langkah yang rapuh, jiwa yang lemah, segala salah adalah milik kita..." -Opick-
Gw n keluarga mau ngucapin :
Taqobalallahu minna wa minkum
Minal aidin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan bathin

Tuesday, October 09, 2007

Sholat belumlah khusyuk.
Tilawahpun masih terhitung.
Qiyamullail?, ah aku malu menjawabnya.

Ramadhan bergegas pergi.
Tapi penyakit jiwa masih bersarang dihati.
Inikah Ramadhan terakhir? aku sendiri tidak mengerti.

Oh Rabb, hamba merasa malu nan merugi.
Meskipun begitu sisa Ramadhan akan tetap hamba kais.
Dan belaian cintaMu akan tetap hamba cari.

Thursday, October 04, 2007

Asas Tunggal : Manifestasi Ketidakmampuan

Wacana asas tunggal pancasila sebagai satu-satunya asas bagi partai politik baru-baru ini dihembuskan, pelopornya fraksi-fraksi dari 3 partai besar di DPR, antara lain Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Demokrat. Banyak parpol, ormas maupun individu yang melontarkan pendapatnya tentang wacana tersebut. HMI menyebut bahwa asas tunggal sebagai teror konsolidasi demokrasi, sedangkan Bursah Zarnubi dari FPBR menilai penyeragaman tersebut akan mengkhianati Reformasi.

Gw setuju dengan 2 penilaian diatas, penyeragaman asas tunggal sama halnya dengan mengebiri demokrasi, jangan sampai demokrasi yang mulai merangkak naik pamor setelah reformasi dibabat habis secara sistematis begitu saja dengan disahkannya wacana tersebut. Terlalu banyak pendapat yang sudah mewakili pendapat gw, sehingga pada tulisan kali ini sengaja gw tinggalkan pendekatan secara eksternal dan gw coba menilai wacana tersebut dengan pendekatan internal.

Sebelum wacana ini dihembuskan tentunya masih segar dalam ingatan kita dengan adanya deklarasi konsolidasi 2 partai besar, PDI Perjuangan dan Golkar, selanjutnya kita juga pasti masih ingat bagaimana 20 partai yang banyak diantaranya duduk partai-partai besar seperti PDI Perjuangan, Golkar maupun Partai Demokrat “bersatu menghadang” satu partai yaitu PK Sejahtera pada Pilkada lalu. Bagaimana penilaian pembaca terhadap 3 momen yang terjadi secara berurutan tersebut itu terserah pembaca, yang jelas pada momen awal ketika terjadi konsolidasi antar Partai Golkar dan PDI Perjuangan gw udah merasa sinis dengan tindak tanduk mereka.

Sekarang partai-partai politik baru berbasis agama semakin kuat, masyarakat yang mendukung maupun sekedar memilih tersihir dengan militansi dan kharisma kader-kader partai yang mereka pilih, dengan program kerja yang ditawarkan sekaligus implementasinya, juga dengan kerja-kerja riil yang kader-kader partai tersebut lakukan, dengan demikian dapat dipastikan bahwa masyarakat sudah semakin pintar dalam memilih pilihan. Lantas bagaimana dengan partai-partai besar yang masih memiliki massa yang banyak (gw heran kenapa masih banyak?, mungkin cuma masalah presentasi publik kali ya?) ?, jawabannya kelabakan. Fenomena tersebut, bagi gw merupakan tantangan buat partai-partai besar itu (jangan malah dianggap sebagai ancaman), jawaban yang mereka keluarkan akan mewakili akuntabilitas kader-kader politiknya, sehingga apabila jawaban yang mereka keluarkan tidak memiliki nilai yang berkualitas maka (seharusnya) reputasi parpol tersebut jatuh (tergantung bagaimana masyarakat menilainya).

Seharusnya parpol-parpol besar tersebut menjawabnya dengan konsolidasi kedalam tubuh partai, apakah kader-kader politiknya sudah akuntabel atau belum, itu salah satu persoalan yang wajib dijawab dan diselesaikan. Sayangnya tantangan tersebut dijawab dengan cara usang, mencoba memainkan regulasi yang ada dan membuat regulasi baru yang represif. Tantangan tersebut seharusnya menjadi bahan introspeksi dalam tubuh partai, reformasi bila perlu, menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi untuk mendidik kader-kader politik yang valuable, memiliki kualitas tinggi dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang bangsa ini hadapi. Memalukan apabila tantangan tersebut dijawab dengan cara-cara diatas, seolah wacana yang mereka hembuskan adalah manifestasi ketidakmampuan mereka untuk bersaing dalam kompetisi politik di negara ini.

Andai saja mereka menjawab tantangan diatas dengan gentle, intelek dan bersih tentunya, maka gw rasa panggung demokrasi akan semakin semarak, semakin penuh warna-warni politik. Setiap parpol menawarkan program kerja dan platform politik masing-masing, masyarakat tinggal memilih parpol mana yang mereka percayai. Dengan cara fairplay seperti itu parpol yang akuntabel, valuable dan solutif akan semakin kuat, sedangkan parpol yang “lemah” dan “tidak bisa bertahan” akan tersingkir dengan sendirinya, sehingga dengan demikian semakin besar pula peluang untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini karena karena kader-kader politik yang pada akhirnya akan duduk di parlemen memiliki akuntabilitas dan kualitas yang tinggi.

Penyeragaman ideologi apabila terlaksana setidaknya akan mengangkat trauma masa lalu ketika jaman orde baru, kita tentu masih ingat dengan kejadian Talangsari maupun kejadian Tanjung Priok. Menurut gw udah gak menarik lagi cara-cara represif seperti itu, orsospol maupun instansi masyarakat seharusnya diberi ruang gerak lebih luas sehingga mereka bisa lebih berkarya dalam mencari solusi permasalahan bangsa ini (tentunya dalam aturan-aturan yang sesuai dengan UU), bukan dengan penindasan sistematis seperti itu, memang dipermukaan terlihat semuanya lancar, aman dan terkendali namun bila kita melihat kebawah maka kita akan mendapat jawaban, “ini hanya akan menjadi bom waktu yang pada akhirnya akan terjadi clash yang disebabkan tidak adanya corong-corong yang diperlukan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat”.

Sekali lagi gw tegaskan bahwa fenomena politik saat ini harus dijadikan tantangan bagi parpol-parpol besar yang ada dan harus diamini secara positif (bukan dengan cara-cara seperti diatas) apabila parpol-parpol tersebut ingin tetap eksis dalam panggung politik di negeri ini. Dan tentunya kita harus tetap belajar dari sejarah. Wallahuallam.

Wednesday, October 03, 2007

Nak, menangislah

Oleh Abdul Rozak
http://www.eramuslim.com/atk/oim/7925234006-menangislah-ramadhan-kan-hilang....htm

Nak, menangislah,
Jika itu bisa melapangkan gundah yang mengganjal sanubarimu. Bahwa Ramadhan sudah bergegas di akhir hitungan. Dan tadarus quranmu tak juga beranjak pada juz empat.jika itu adalah ungkapan penyesalanmu. jika itu merupakan awal tekadmu untuk menyempurnakan tarawih dan qiyamul lailmu yang centang perenang (ah, pasti kamu masih ingat obrolan tadi siang ketika dengan senyum manisnya teman ruanganmu berucap, "alhamdulillah tarawihku belum bolong. " dan kamu merasa ada malaikat yang menjauh darimu dan pindah padanya. Kamu merasa sendiri, terasing.)

Menangislah,
Biar butir bening itu jadi saksi di yaumil akhir. Bahwa ada satu hamba Allah yang bodoh, lalai, sombong lagi terlena. Yang katanya berdoa sejak dua bulan sebelum ramadhan, yang katanya berlatih puasa semenjak rajab, yang katanya rajin mengikuti taklim tarhib ramadhan, tapi..., tapi sampai puasa hari ke tiga belas masih juga menggunjingkan kekhilafan teman ruanganmu, masih juga tak bisa menahan ucapan dari kesia-siaan, tak juga menambah ibadah sunnah... Bahkan hampir terlewat menunaikan yang wajib.

Menangislah, lebih keras...
Allah tak menjanjikan apa-apa untuk Ramadhan tahun depan, apakah kamu masih disertakan, sedangkan Ramadhan sekarang cuma tersisa beberapa belas. Tak ada yang dapat menjamin usiamu sampai untuk Ramadhan besok, sedang Ramadhan ini tersia-siakan. Menangislah untuk Ramadhan yang kan hilang, bersama nostalgia yang terus tumbuh bersama usiamu. Setengah sadar menatap hidangan saat sahur, kolak-es buah yang tersaji saat berbuka, menyusuri gang sempit saat tadarus keliling, petasan dan kembang api yang disulut usai subuh. Ramadhan yang selalu membuka ingatan masa kecilmu dan terus terulang mengisi tahun-tahun kedewasaan...

Menangislah,
Untuk dosa-dosa yang belum juga diampuni, tapi kamu masih juga menambahi dengan dosa baru. Berapa kali kamu sholat taubat, tetapi tak lama kemudian ada saja kelalaian yang kamu buat? Kamu bilang tak sengaja? Tapi mengapa berulang dan tak juga kamu mengambil pelajaran? Syarat taubatan nasuha adalah bertekad tidak mengulanginya lagi dan bukannya bertobat sambil berucap 'kalau kejadian lagi, yaa taubat lagi'...

Menangislah.
Dan tuntaskan semuanya di sini, malam ini. Karena besok waktu akan bergerak makin cepat, Ramadhan semakin berlari. Tahu-tahu sudah sepuluh hari terakhir dan kamu belum bersiap untuk itikaf. Dan lembar-lembar quran menunggu untuk dikhatamkan. Dan keping-lembar mata uang menunggu disalurkan. Dan malam menunggu dihiasi sholat tambahan.
Sekarang, atau (mungkin) tidak (ada lagi) sama sekali...

Tuesday, October 02, 2007

Ya Rabb

Ya Rabb,
Tangisan ini sama sekali bukan kepalsuan belaka, sama sekali bukan.
Tangisan ini juga bukan tangisan sesaat, bukan, sama sekali bukan.

Ya Rabb,
Baru kali ini hamba merasakan beratnya melihat Ramadhan pergi.
Juga baru kali ini hamba merasa rugi melepas ibadah-ibadah Ramadhan.

Ya Rabb,
Sungguh hamba tak pantas meminta lebih kepadaMu.
Sungguh hamba-pun tak layak sujud dihadapanMu.

Tetapi Ya Rabb,
Hamba mohon agar sujud dan taubat ini Engkau terima.
Hamba juga mohon agar Ramadhan ini tak lekas berakhir.

Ya Rabb,
Aku ingin rinduku kepadaMu jauh tak tertakar.
Aku ingin cintaku kepadaMu jauh tak ternilai.

Ya Rabb,
Hamba mohon panggilan cintaMu kepadaku pada saat ku bersujud kepadaMu.
Hamba mohon panggilan cintaMu kepadaku pun ketika ku mencintaiMu.

Ya Rabb,
Akulah hamba yang tak pantas masuk surgaMu.
Namun hamba tetaplah manusia yang takut masuk nerakaMu.

...Meski ku rapuh dalam langkah, kadang tak setia kepadaMu
Namun cinta dalam jiwa hanyalah padaMu
Maafkanlah bila hati tak sempurna mencintaiMu
Dalam dada kuharap hanya diriMu yang bertahta...